Undang-undang keistimewaan Yogyakarta; Antara Nomokrasi dan demokrasi

Undang-undang keistimewaan yogyakarta yang selama terkatung-katung (RUUK DIY) akhirnya disahkan DPR dalam sidanag paripurna Kamis (30/8/2012). Undang-undang yang memakan waktu bertahun-tahun ini menyangkut hajat hidup masyarakat jogja tentang keistimewaan dan kekhususan daerahnya akhirnya mengukuhkan Raja Yogya di Republik Indonesia

   Perdebatan baik di kalangan masyarakat dan birokrat mengenai keistimewaan yogyakarta adalah Substansi yang selama ini menjadi permasalahan dalam RUU DIY itu telah diambil jalan tengah. Terkait jabatan Gubernur/Wakil Gubernur DIY apakah melalui mekanisme pemilihan langsung atau penetapan, akhirnya diambil keputusan dengan melakukan penetapan Gubernur DIY. Dalam Undang-undang Keistimewaan DI Yogyakarta (UUK DIY) Bab VI tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur diatur secara detil mulai soal persyaratan cagub/cawagub DIY (pasal 18). Di bagian kedua mengatur Tata Cara Pengajuan Calon (pasal 19 dan 20), bagian ketiga tentang verifikasi dan penetapan (Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26) serta bagian keempat tentang pelantikan gubernur dan wakil gubernur (pasal 27).
       Bagian yang menarik dari bab ini salah satunya terkait dengan syarat calon Gubernur/Wakil Gubernur DIY di pasal 18 huruf (n) disebutkan syarat calon sebagai anggota partai politik. Atas persyaratan inilah, secara otomatis Gubernur DIY saat ini Sri Sultan HB X harus melepaskan keanggotaannya di Partai Golkar. Saat ini, Sultan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar.
       Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo menyebutkan implikasi dari pengesahan UUK DIY ini ke depan, kesultanan dan pakualaman harus melakukan perubahan. "Mereka harus menyiapkan pemimpin. Seorang Sultan yang akan menjadi gubernur itu mau tidak mau harus memenuhi seluruh persyaratan gubernur yang ada," kata Ganjar.
     Ganjar menyebutkan, jika dalam perjalanannya Gubernur/Wagub DIY terjerat masalah korupsi, secara otomatis tidak memenuhi syarat. "Posisi sebagai Sultan tetap, tapi posisi gubernur kosong. Makanya Sultan harus hati-hati, harus menjadi sebuah filosofi dari amanah yang kerakyatan, yang mengayomi, yang baik-baik," papar politikus PDI Perjuangan ini.
       Terkait pengesahan UUK DIY ini, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakam Naja mengatakan kecil kemungkinan UU ini mendapat gugatan dari publik. "Saya kira tidak akan ada persoalan di UUK DIY ini," ujar Hakam optimistis.
      Persoalan yang selama ini krusial seperti masalah pertanahan, kata Hakam juga dapat diselesaikan dengan baik. Pihak keraton menyetujui kewajiban pendaftaran di Badan Pertanahan Nasional (BPN), begitu juga soal keuangan. "Saya pikir belum ada hal yang terjadi permasalahan, digugat maupun macet implementasinya," tambah Hakam yakin.
         Sultan HB X memastikan akan keluar dari Partai Golkar seiring dengan pengesahan UUK DIY. “Saya pasti akan keluar dari Golkar karena itu sesuai dengan undang-undangnya. Tapi ya tidak saat ini, nanti cari momentum yang tepat,” tegas Sultan. UUK DIY ini dipastikan akan segera terlaksana seiring berakhirnya masa perpanjangan jabatan Sultan HB X sebagai gubernur DIY pada 9 Oktober mendatang.Setelah melalui beberapa masa persidangan di DPR, Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akhirnya berhasil disahkan menjadi UU melalui rapat paripurna DPR.
        Meski ada polemik, pengesahan UUK ini sedikit melegakan hati masyarakat Yogya. Sebab, nasib Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam ke depan terkatung-katung selama UUK tersebut masih berkutat di DPR.
 
       Salah satu persoalan dalam alotnya proses pembahasan UUK tersebut menyangkut proses pengangkatan Sri  Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Ada yang menginginkan melalui penetapan oleh DPRD, ada yang menginginkan melalui mekanisme pemilihan langsung di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Usai melewati polemik yang panjang, diputuskanlah Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam bisa menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur melalui mekanisme penetapan oleh DPRD DIY. Tetapi ada catatan yang mensyaratkan kedua pimpinan Yogyakarta tersebut tidak boleh berkencimpung dalam aktivitas politik praktis. Hal ini tertulis dalam BAB VI mengenai pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasal 18 ayat (1) huruf n yang berbunyi, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Reublik Indonesia yang harus memenuhi syarat bukan sebagai anggota partai politik.
        Dalam ayat (2) huruf m juga disebutkan, kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
         Bunyi aturan inilah yang kemudian melahirkan polemik baru. Aturan tersebut dinilai sebagai upaya mengganjal Sri Sultan maju sebagai bakal calon presiden 2014 mendatang, mengingat namanya selama ini sudah digadang-gadang oleh beberapa kalangan. Polemik juga muncul, mengenai aturan larangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur tidak boleh ikut berpartai sebaiknya jangan hanya untuk DIY, tetapi berlaku diberlakukan untuk daerah lainnya termasuk jabatan Bupati, Wali Kota, Menteri , bahkan Presiden. Sementara itu, mengenai bagaimana tata cara pengajuan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur DIY diatur dalam pasal 19 ayat  (1), yaitu DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipatenan tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur
.
       Ayat (2) menerangkan, berdasarkan pemberitahuan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur paling lambat 30 hari setelah surat pemberitahuan DPRD DIY diterima.
     Ayat (3) Kesultanan dan Kadipaten pada saat mengajukan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY menyerahkan, surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Kasultanan Ngyogyakarta Hadiningrat; surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman; surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai calon Wakil Gubernur; dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2).
      Setelah itu DPRD DIY (pasal 20) membentuk panitia khusus penyusunan tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur. Selanjutnya (pasal 21, 22, dan 23) DPRD DIY melakukan verifikasi melalui panitia khusus terhadap dokumen persyaratan Sultan Hamengku Buwono sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur. Selanjutnya, dalam pasal 24 DPRD DIY menyelenggarakan rapat paripurna dengan agenda pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lambat tujuh hari setelah diterimanya hasil penetapan dari panitia khusus. Setelah menyampaikan visi, misi, dan program, DPRD DIY kemudian menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai Wakil Gubernur. Usai ditetapkan, sesuai ketentuan pasal 27, keduanya akan dilantik oleh Presiden. Jika Presiden berhalangan, pelantikan dilakukan oleh Wakil Presiden. Jika Wakil Presiden juga berhalangan, maka pelantikan dilakukan oleh menteri . Dalam UUK DIY tersebut, selain menyangkut mekanisme pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY juga diatur mengenai kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Selain itu juga diatur mengenai Perda, Perdais, peraturan Gubernur, dan keputusan Gubernur. Bahkan, mengenai pendanaannya juga diatur dalam UUK DIY tersebut, termasuk ketentuan lain-lain





Paguyuban Rakyat Jogja Semesta sebagai wadah masyarakat jogjakarta yang melawan dan mendukung diadakannya pemilihan sebagai pendidikan demokrasi serta mengakui konsitutusi tertinggi dengan sistem demokrasi yang bersifat stagnan



            
        Penolakan tentang Penetapan Sultan dan Paku Alam, Kubu Pro Pemilihan Gelar Unjuk Rasa|
Aloysius Budi Kurniawan/KOMPAS Ratusan pendukung pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Jogja Semesta berdemonstrasi di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Minggu (11/3/2012) siang.
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan pendukung pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Jogja Semesta berdemonstrasi di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Minggu (11/3/2012) siang.
         Mereka beranggapan, penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY mengingkari hak asasi manusia. Bagi mereka, opsi pemilihan dinilai lebih memiliki dasar yuridis dan sesuai konstitusi. Massa yang datang menggunakan lebih dari tiga bus tersebut mulai berkumpul sekitar pukul 10.00 di sebelah barat pintu gerbang masuk UGM. Sekitar pukul 11.00, massa baru mulai berkumpul di Bundaran UGM untuk mendengarkan orasi dan menggelar spanduk-spanduk bertuliskan "Jogja Istimewa Tanpa Penetapan", "Tanah untuk Rakyat" dan sebagainya. Dalam orasinya, Koordinator Aksi Muhammad Ulin el Huda mengatakan, jabatan Gubernur DIY bukanlah warisan. "Kalau demikian yang terjadi secara terus-menerus, maka yang terjadi adalah korupsi, perampasan tanah rakyat," ucapnya.


         Terkait status tanah di DIY, Ulin beranggapan, sesuai amanah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 harus dijalankan. "Kalau memang Yogyakarta menjadi bagian dari NKRI, maka tanah ya menjadi hak rakyat seperti tanah yang sudah digarap selama 20 tahun ya harus diserahkan ke masyarakat atas dasar hukum ke negara," ujarnya. Menanggapi aksi ini, Ketua Sekretaris Bersama Keistimewaan DIY Widihasto Wasana Putra mengatakan, munculnya aspirasi masyarakat yang berbeda adalah sesuatu yang biasa. Yang jelas, penetapan sudah menjadi keputusan sidang paripurna DPRD Provinsi. DIY. Menurut Hasto, secara yuridis, negara menganut prinsip lex specialis untuk daerah-daerah tertentu, seperti seperti Nangro Aceh Darussalam, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Papua. "Hingga saat ini penetapan merupakan keputusan mayoritas rakyat yang sudah ditetapkan DPRD Provinsi DIY. Suara seperti itu tidak mengubah keputusan yang sudah ada," kata dia.
      Hasto menuding gerakan ini hanyalah "pesanan" dari sebagian elit politik untuk membuat kesan bahwa seolah-seolah ada suara lain di DIY. Terkait soal tanah, menurut Hasto Undang-Undang Pokok Agraria sendiri semestinya dibaca secara keseluruhan dan tidak sepenggal-penggal. "Secara defakto, Sultan sudah membagi-bagikan tanah kepada rakyat dan masyarakat desa sebelum 1945 tanpa harus membayar.Kalau memang mereka ingin menuntut hak, semestinya mereka bisa menempuhnya melalui jalur resmi atau secara hukum," paparnya.



MASYARAKAT ADAT PEMBANGKANG HUKUM NASIONAL

MENGAPA MASYARAKAT ADAT PEMBANGKANG HUKUM NASIONAL???


Apa yang membuat masyarakat Hukum adat selalu tidak patuh terhadap segala kebijakan??
Masyarakat adat, mungkin jauh dari masyarakat perkotaan yang modern dan dikelilingi oleh hal-hal yang serba praktis. Terkadang kita yang tidak bersinggungan langsung dengan mereka merasa acuh karena merasa tidak terkena dampaknya langsung. Tetapi benarkah pikiran yang demikian? SALAH BESAR. Bumi kita satu, apapun yang terjadi di dalamnya akan berpengaruh terhadap seluruh makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Sadar atau tidak modernisasi yang tidak berwawasan lingkungan itu sangat merusak. Eksploitasi alam yang berlebihan seperti penebangan hutan yang berlebihan, penambangan yang berlebihan, perkebunan skala besar, dan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan lainnya merupakan ancaman serius bagi bumi dan kehidupan di dalamnya.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan bahwa dari sekitar 210 juta penduduk Indonesia, antara 50 sampai 70 juta diantaranya adalah masyarakat adat, yaitu “penduduk yang hidup dalam satuan-satuan komunitas berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya” (Kongres Masyarakat Adat Nusantara 1999). Dari jumlah tersebut, AMAN juga memperkirakan bahwa 30 - 50 juta di antaranya adalah masyarakat adat yang kehidupannya masih tergantung dengan hutan adat, yaitu ekosistem hutan yang berada di wilayah adatnya. Karena sangat bergantung pada hutan adat, maka otomatis mereka berusaha memanfaatkan hutan itu searif mungkin dan tidak merusaknya. Hal ini mendorong kelestarian hutan dan menjamin kelangsungan fungsi hutan.
Diubahnya Undang-undang No 5 Tahun 1997 tentang pemerintahan desa, menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebabkan keberadaan Lembaga Adat mulai tergeser, peran masyarakat adat mulai tidak diakui, bahkan posisi dan keberadaan Lembaga Masyarakat Adat semakin dilemahkan, dan tidak diberi ruang untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam di wilayahnya berdasarkan kearifan lokal. Padahal hukum adat merupakan pranata sosial yang paling penting bagi masyarakat untuk mengamankan sumber daya di dalam kawasan hutan adat dari penggunaan berlebihan baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak-pihak dari luar. Nah, ketika masyarakat adat merasa telah tunduk patuh terhadap segala kebijakan pemerintah namun tetap mengalami hal buruk di kehidupannya akhirnya mereka berontak.
Eksploitasi hutan yang berlebihan telah merusak hutan. Kerusakan hutan yang tidak terkendali menurunkan sumber daya hutan dan kemampuan hutan dalam menyerap gas dan bahan-bahan kimia. Gas rumah kaca atau emisi yang dilepaskan dari konsumsi bahan bakar fosil akhirnya menumpuk. Lebih dari 80% emisi global disumbang oleh konsumsi jenis bahan bakar fosil. Sisanya akibat ekspansi industri ekstraktif seperti penebangan kayu, perkebunan skala besar, pembukaan tambang, dan sebagainya.
Masyarakat adat yang hidupnya masih sangat bergantung kepada alam akan lebih dulu mengalami dampak perubahan cuaca ekstrim, terutama mereka yang tinggal di pulau-pulau kecil, kawasan pesisir, dan hutan tropis. Di saat kemarau suhu di danau meningkat dan airnya berubah warna, akibatnya ikan-ikan tidak dapat berkembang biak atau mati. Kekeringan juga bisa terjadi; sungai-sungai dan kolam ikan mengering, sulit mencari sumber air, dan ikan-ikan banyak yang mati. Selain itu, gagal panen atau keterlambatan panen juga bisa terjadi. Produktivitas pertanian akan menurun apabila suhu rata-rata global naik 1-2 derajat Celcius. Pada akhirnya akan terjadi rawan pangan.
Sebaliknya, di musim penghujan banjir dan tanah longsor bisa terjadi. Selain itu, wabah penyakit seperti malaria juga mengintai di saat curah hujan tinggi. Kegagalan di dalam pekerjaan mereka yang asli menyebabkan banyak masyarakat adat akhirnya menganggur atau beralih profesi menjadi tukang ojek, buruh tani desa lain, pemulung, maupun penambang. Kemiskinan pun dapat terjadi.
Sebenarnya bukan hanya mereka yang merasakan dampak dari rusaknya hutan, kita juga. Perubahan iklim dapat meningkatkan suhu bumi sehingga terjadi pemanasan global. Perubahan iklim yang sangat ekstrim juga telah mencairkan es di kutub. Hilangnya es laut adalah penting untuk kelangsungan hidup anjing laut, beruang kutub serta hewan yang tinggal di kutub lainnya. Perubahan iklim yang semakin parah membuat es abadi di kutub utara semakin cepat mencair. Mencairnya volume es yang sangat signifikan di kutub utara ini ternyata memunculkan reaksi kimia yang mengintensifkan keluarnya endapan merkuri beracun.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan Badan Antariksa Nasional Amerika (NASA), Kamis (1/2). Peneliti NASA, Son Nghiem mengatakan, es abadi di laut Arktik yang mencair akan digantikan lapisan es yang lebih tipis dan lebih asin. Ini membuat interaksi sinar matahari dan es yang dingin melepaskan zat bromin ke udara.
Ini memicu reaksi kimia hebat ledakan bromin dan mengubahnya menjadi gas merkuri di atmosfer dalam jumlah besar. Kemudian merkuri ini akan menjadi polutan yang dihirup, jatuh ke tanah dan air dan berkumpul di sumber makanan manusia.
“Panas muka bumi telah melelehkan es lebih banyak ke laut ditambah eksploitasi berlebihan sumber alam Arktik akan memperburuk kondisi ini,” kata Nghiem di Jet Propulsion Laboratory di Pasadena.
Ledakan bromin juga akan menghapus lapisan ozon dari tingkat terendah di atmosfer, troposfer. Mengkhawatirkan, Nghiem dan para peneliti lain memperkirakan satu juta kilometer es akan hilang, dalam waktu sepuluh tahun mendatang.
Pada bulan Maret 2008, peneliti mengungkapkan bahwa es abadi telah berada pada titik terendah selama 50 tahun terakhir. Penelitian dilakukan oleh tim ahli gabungan dari Amerika Serikat, Kanada, Jerman dan Inggris dan data gabungan dari enam badan antariksa dunia.
Sudah banyak upaya untuk mengurangi polusi penyebab pemanasan global, selain dengan menurunkan polutan juga dengan menambah tanaman (penghijauan dan reboisasi) di berbagai tempat. Pembangunan sebenarnya bertujuan baik, asal berwawasan lingkungan atau tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Kini, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) tengah mengupayakan agar hak-hak masyarakat adat untuk ikut mengelola dan melestarikan alam diakui serta dilindungi pemerintah. Mereka peduli, kita pun peduli. Karena bumi kita satu mari kita jaga bersama. Semoga masalah yang terjadi bisa dibicarakan dengan baik dan dicarikan solusi yang terbaik untuk kita semua.

Reeksistensi Masyarakat adat Mulai sekarang?? atau bumi dan alam tak terselamatkan

Tertipu Pidato Moral para Petinggi Negara

Pidato Moral para Petinggi Negara

Hukum dan aspek sosial sebagai pengakuan eksistensi Hukum dalam masyarakat adalah salah satu syarat pembentukan sebuah undang-undang yaitu syarat dalam aspek "menimbang", ada juga teori tentang kakuatan berlaku undang-undang syarat Materil disebut juga salah satu esensnya adalah kenyataan dan menggali kebudayaan dalam masyarakat. Rasanya begitu sempurna dilihat konsep yang ditawarkan dalam syarat pembentukan undang-undang itu, adalah hal yang sangat lumrah bagi setiap pembuat undang-undang dalam setiap diskusi, penataran maupun dialog interaktif melemparkan wejangan dan pidato moral seperti ini, dan sialnya banyak juga dari kita yang ikut dalam drama yang tak berarti seperti ini bagaikan perang tanpa musuh dan kekuasaan.
Bahasa moral yang selalu diumbar para birokrat (11-12 artis)
Dalam praktenya sering kita sering mendapati masalah yang sama dan berujung kebosanan

banyak dari kita terbuai dalam retorika yang dibawa dalam topeng malaiakat oleh para pengemban kebijhakan di negeri ini hal yang sangat ngeri di negeri ini.
contoh yang paling dekat adalah :

PIDATO SBY TENTANG PAPUA

Melalui pres reales yang diterima, dalam pidato presiden tentang Papua, tertera dua point penting. Pertama, Presiden mengatakan, tidak mudah menyelesaikan persoalan Papua, dibutuhkan langkah-langkah spesifik, mendasar, dan menyeluruh. Selanjutnya, hal kedua, Presiden SBY mengatakan, untuk memastikan pembangunan sesuai rencana dan kebijakan, baik pemerintah pusat maupun daerah, pemerintah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang bertugas memastikan sinergi, sinkronisasi dan koordinasi semua pelaku pembangunan. 

Lanjut SBY, dengan cara itulah, secara sistematis, kita dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat. “Kita satukan langkah percepat pembangunan rakyat Papua. Karena itu, Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat adalah kerangka dasar kita, dalam mengelola pelayanan publik, pembangunan, dan pemerintahan daerah,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 
Bertolak dari itu, kata Marthen, pihaknya memandang ada upaya penipuan publik yang dilakukan oleh seorang Kepala Negara. Penyelesaian persoalan Papua sesungguhnya mudah, jika pemerintah Pusat mau membuka diri bagi rakyat Papua. Selain itu, membuka ruang demokrasi melalui dialog atau perundingan. 
“Pemerintah pusat yang mempersulit masalah, dan kami Napas memandang bahwa ada kepentingan terselubung dari pemerintah Pusat atas Papua. Pembangunan seperti apa yang digembar-gemborkan Presiden RI? Otsus seperti apa yang dimaksud Presiden? Ko seorang Presiden ngomong-nya ngaur?,”  
, pidato Ini menunjukan bahwa Presiden masabodoh dengan rakyat Papua. Presiden hanya mengajak rakyat bermimpi. Terkait UP4B, pemerintah pusat mengalihkan dan membungkam niat baik rakyat Papua untuk segera digelarnya Dialog dan Perundingan untuk menyelesaikan masalah Papua secara menyeluruh, pengalihan perhatin publik atas pidato omong kosong Presiden yang selalu dipulikasikan ke kalangan publik, tiap tgl 16 agustus. 
Catatan lain dalam siaran pers yang diterima, negara segera menggelar Perundingan antara Jakarta dan Papua, yang dimemediasi oleh pihak ketiga yang netral, seperti layaknya Aceh! SBY berhenti mengatasnamakan negara untuk melakukan penipuan publik dengan mengobjekan rakyat Papua atas nama pembangunan dan lain-lainnya, melalui pernyataan dan pidatonya..

Bijak dalam menilai sesuatu adalah ketika konsepsi kita sudah terkonsep baik maka penilaian kita terhadap sesuatu yang masuk dalam kerangka pikiran kita akan terstimulus secara sistematis